TINJAUAN TEORI
A. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global
Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika
hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan
angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu
83 per 100.000 penduduk.
B.
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex
C.
PATOGENESIS
1.
TUBERKULOSIS
PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran
napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek
primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan
sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus)
c. Menyebar dengan cara :
1) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
2) ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
3) Penyebaran
secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan
4) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah
dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak
ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
5) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
6) Meninggal. Semua
kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
2.
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis
postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama
yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
a.
Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
b.
Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
c.
Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi
tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
1)
Meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
2)
memadat
dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat
mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
3)
bersih
dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).
D.
KLASIFIKASI
TUBERKULOSIS
1.
TUBERKULOSIS
PARU
Tuberkulosis
paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
a.
Berdasar
hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:
1)
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
b) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
2) Tuberkulosis
paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
b) Hasil
pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis
b.
Berdasarkan
tipe pasien
Tipe pasien
ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu :
1) Kasus baru
Adalah
pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis
yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
a)
Lesi
nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
b) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
3) Kasus defaulted
atau drop out
Adalah pasien yang telah
menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai
4) Kasus gagal
Adalah
pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
5)
Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil
pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan
pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
6) Kasus Bekas TB:
a) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung
b) Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
2.
TUBERKULOSIS
EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
E. DIAGNOSIS
1.
GAMBARAN
KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi,
radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
a. Gejala klinik
Gejala
klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
Gejala
respiratorik ( batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada) Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari
mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas
lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala
sistemik (Demam, malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun) Gejala
tuberkulosis ekstraparu
Gejala
tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b.
Pemeriksaan
Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan
dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan
fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.
Pada
limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
c.
Pemeriksaan
Bakteriologik
Pemeriksaan
bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH)
Cara
pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu
saat kunjungan), Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat
mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3
hari berturut-turut.
lnterpretasi
hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali
positif, 1 kali negatif ® BTA positif
2) 1 kali
positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
3) bila 3 kali negatif ® BTA negative
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO)
1)
Tidak
ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
2)
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
3)
Ditemukan
10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
4)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1
lapang pandang, disebut ++ (2+)
5) Ditemukan
>10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
d.
Pemeriksaan
Radiologik
Pemeriksaan
standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1)
Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2)
Gambaran
radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik - Kalsifikasi - Schwarte atau penebalan pleura
- Fibrotik - Kalsifikasi - Schwarte atau penebalan pleura
3)
Luluh
paru (destroyed Lung ) : Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk
memastikan aktiviti proses penyakitLesi minimal , bila proses mengenai
sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis serta tidak dijumpai kaviti
4)
Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal
e.
Pemeriksaan
khusus
1)
Pemeriksaan
BACTEC M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini
2)
Polymerase
chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah
teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis
3)
Pemeriksaan
serologi, dengan berbagai metoda: Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis), Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
peroksidase anti peroksidase (PAP) , Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan
Penunjang lain Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan
darah
F.
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
1)
OBAT ANTI
TUBERKULOSIS (OAT)
a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah
INH,
Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol·
b) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)Kanamisin
Amikasin, Kuinolon
Amikasin, Kuinolon
c) Kemasan
Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Obat
|
Dosis (Mg/Kg
BB/Hari)
|
Dosis yg
dianjurkan
|
DosisMaks
(mg)
|
Dosis (mg) / berat badan (kg)
|
|||
Harian (mg/ kgBB / hari)
|
Intermitten (mg/Kg/
BB/kali)
|
< 40
|
40-60
|
>60
|
|||
R
|
8-12
|
10
|
10
|
600
|
300
|
450
|
600
|
H
|
4-6
|
5
|
10
|
300
|
150
|
300
|
450
|
Z
|
20-30
|
25
|
35
|
|
750
|
1000
|
1500
|
E
|
15-20
|
15
|
30
|
|
750
|
1000
|
1500
|
S
|
15-18
|
15
|
15
|
1000
|
Sesuai BB
|
750
|
1000
|
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan
tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4
RH
atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau 2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau 2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada
fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
·
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada
foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang
dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6
bulan kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,
etionamid, sikloserin).
Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat
diberikan obat RHE selama 5
bulan.
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan.
Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan
diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain.
Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan
yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji
resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4
macam OAT yang masih sensitif)
ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid dll. Pengobatan
minimal 18 bulan. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur
hidup
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan,
Kasus TB paru kronik perlu
dirujuk ke dokter spesialis paru
1. Isoniazid (IN H)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama
pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat , bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat , bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2 . Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
2. Pirazinamid
Efek samping utama
ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
3. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila
dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel 5. Efek samping OAT
dan Penatalaksanaannya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d.
|
PENGOBATAN SUPORTIF /
SIMPTOMATIK
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis
untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan
untuk
pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
napas atau
keluhan lain.
2. Pasien rawat inap Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb : - Batuk darah masif - Keadaan umum buruk - Pneumotoraks - Empiema - Efusi pleura masif / bilateral - Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang mengancam jiwa : - TB paru milier - Meningitis TB Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e.
|
TERAPI PEMBEDAHAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat
tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif
tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema
yang tidak dapat diatasi secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan
batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus
dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif
(Selain Pembedahan)
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f.
|
EVALUASI
PENGOBATAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan - Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit - Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
· Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
· Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
·
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi
foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan - Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) - Pada akhir pengobatan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evaluasi efek samping secara klinik
. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap . Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan . Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid . Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan) . Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan) . Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evalusi keteraturan berobat
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. - Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat - Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan - Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Evaluasi
pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. TB MILIER
· Rawat inap
· Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
· Pada keadaan khusus
(sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi pengobatan,
maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
· Pemberian
kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
-
Tanda / gejala meningitis
-
Sesak napas
-
Tanda / gejala toksik
-
Demam tinggi
2. PLEURITIS
EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
Paduan obat: 2RHZE/4RH.
- Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat diberikan kortikosteroid - Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. - Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
4.
TB PARU DENGAN DIABETES
MELITUS (DM)
- Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol - Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan - Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata - Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan - Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan 5. TB PARU DENGAN HIV / AIDS
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan
rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan
pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda
tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan
riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya: a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan c. MDR TB / TB kronik Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tabel 1. Gambaran TB-HIV
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
E.TB
PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin,
karena efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi konsentrasinya
kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan
rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal,
karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat
kontrasepsi hormonal berkurang.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
F. TB PARU
PADA GAGAL GINJAL
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan kapreomisin
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya
memanjang dan terjadi akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat
diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, ureum,
kreatinin)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Rujuk ke ahli Paru
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
G. TB
PARU DENGAN KELAINAN HATI
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH
atau 2 SHE/10 HE
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan
sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis
menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-
|
Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
H. HEPATITIS IMBAS OBAT
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik
(drug induced hepatitis)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Penatalaksanaan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT
Stop
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3
kali,: OAT stop
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2 ® OAT Stop SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop SGOT, SGPT > 3 kali ® teruskan pengobatan, dengan pengawasan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Paduan OAT yang dianjurkan :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan
laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinis dan
laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai
dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
I. TUBERKULOSIS PADA ORGAN LAIN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Paduan OAT untuk pengobatan tuberkulosis di berbagai organ tubuh sama
dengan TB paru menurut ATS, misalnya
pengobatan untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar lama pengobatan
OAT dapat diberikan 9 – 12 bulan. Paduan OAT yang diberikan adalah : 2RHZE /
7-10 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi operasi dan menurunkan kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis. Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pada pasien tuberkulosis
dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga
telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman
tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi
dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan
program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis 3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy) 4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan 5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku /standar Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh WHO: 1. Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu 2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang relevan 3. Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program kesehatan yang lain dan pelayanan umum 4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix (PPM) untuk mematuhi International Standards of TB Care 5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif 6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru, alat diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan program A. Tujuan : · Mencapai angka kesembuhan yang tinggi · Mencegah putus berobat · Mengatasi efek samping obat jika timbul · Mencegah resistensi
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan
oleh :
Pasien
berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
1.
Petugas kesehatan
2.
Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3.
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas rumah sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
C. Langkah
Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
D.
Persyaratan PMO
·
PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB
sampai sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita
HIV/AIDS.
·
PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat
juga kader kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga
yang disegani pasien
E.
Tugas PMO
·
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
·
Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal
minum obat
·
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan
ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan
·
Memberikan dorongan terhadap
pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai
·
Mengenali efek samping
ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat
·
Merujuk pasien bila efek
samping semakin berat
·
Melakukan kunjungan rumah
·
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa
dahak bila ditemui gejala TB
F.
Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara : · Peroranga/Individu Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll · Kelompok Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit dll Cara memberikan penyuluhan . Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada . Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya . Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas . Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll) PENCATATAN DAN PELAPORAN Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku pula. Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item/formulir yaitu : 1. Kartu pengobatan TB (01) 2. Kartu identiti penderita TB (TB02) 3. Register laboratorium TB (TB04) 4. Formulir pindah penderita TB (TB09) 5. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10) Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional (P2TB) Jika memungkinkan data yang ada dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam formulir Register TB (TB03). Catatan : . Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. . Bila seorang pasien ekstraparu pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstraparu pada organ yang penyakitnya paling berat . Contoh formulir terlampir |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMERIKSAAN
SPUTUM
|
Untuk memastikan apakah seseorang
menderita penyakit Tuberkulosis Paru, harus dilakukan pemeriksaan dahak
sebanyak 3 kali (dikenal dengan pemeriksaan dahak SPS). Sewaktu (1),
Pagi, dan Sewaktu (2). Pengambilan dahak Sewaktu 1 (S1) harus dipantau oleh
petugas kesehatan di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) seperti puskesmas dan rumah
sakit. Sedangkan dahak Pagi (P) diambil di rumah setelah penderita bangun pagi,
sebelum makan pagi dan diawali dengan berkumur. Dahak Sewaktu 2 (S2) diambil
kembali saat pasien datang kenibali ke UPK untuk mengantar dahak pagi.
Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah dahak yang dibatukkan dari dalam dada (paru-paru), yang berwarna kuning kehijauan.
Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah dahak yang dibatukkan dari dalam dada (paru-paru), yang berwarna kuning kehijauan.
Langkah-langkah mengeluarkan
dahak:
1. Kumur dengan air sebelum
mengeluarkan dahak.
2. Bila memakai gigi palsu, dilepaskan
dulu.
3. Bila sudah siap, pasien menarik
nafas dalam – dalam hembuskan sekuat-kuatnya. Lakukan 2 – 3 kali. Selanjutnya
tarik nafas dalam-dalam kemudian ditahan dan rasakan dahak akan keluar,
batukkan dengan keras.
4. Tampung dahak dalam pot yang
disediakan, setelah cukup tutup dengan rapat.
5. Bila dahak tidak bisa keluar
sebelumnya dapat dilakukan olahraga ringan atau minum air hangat.
MANTOUX TES
DEFINISI
Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST)
merupakan alat diagnostik yang sampai saat ini mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya infeksi tuberkulosis.
Pertama kali Robert Koch membuat filtrat dari kultur Mycobacterium tuberculosis
dengan tujuan sebagai terapi. Pada penerapannya, tenyata pemberian tuberkulin
yang bertujuan menyembuhkan menimbulkan reaksi sistemik seperti demam, nyeri
otot, mual dan muntah sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan
reaksi tersebut. Akhirnya pada perkembangannya tuberkulin digunakan sebagai
alat diagnostik dengan mengaplikasikannya secara lokal untuk mencegah reaksi
sistemik.
Test mantoux adalah suatu cara yang
digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan
suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1ml dengan jarum kecil di
bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.
TUJUAN
Tujuan dari tes mantoux ini
adalah sebagai salah satu cara untuk mendiagnosis infeksi TBC. Kenapa salah satu? Karena
ternyata tidak mudah untuk mendiagnosis TBC sehingga perlu banyak faktor untuk
mengetahui pasti bahwa seseorang memang terinfeksi TBC dan harus menjalani
pengobatan. Hasil tes Mantoux saja tidak bisa digunakan untuk menegakkan
diagnosis karena kadang hasil tes ini memberikan hasil negatif palsu atau
positif palsu. Hasil pemeriksaan tes mantoux ini harus didukung dengan keluhan,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium yang ada.
LOKASI DAN CARA PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
Lokasi penyuntikan tes mantoux
umumnya adalah pertengahan bagian atas, lengan bawah kiri bagian depan.
Penyuntikan dilakukan intrakutan (ke dalam kulit).
PRINSIP DASAR
Setelah seseorang terinfeksi
kuman mycobacteria, sel limfosit T akan berproliferasi dan menjadi
tersensitisasi. Sel T yang tersensitisasi masuk ke dalam aliran darah dan
bersirkulasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Proses
sensitisasi ini terjadi pada kelenjar getah bening regional dan memerlukan
waktu 2-12 minggu setelah infeksi. Sekali terinfeksi, maka sensitisasi terhadap
tuberkulin akan menetap. Injeksi tuberkulin pada kulit akan menstimulasi
sel-sel limfosit dan terjadi aktivasi rentetan kejadian yang termasuk dalam
respon hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/DTH).
Respons ini dikatakan lambat oleh karena reaksi memerlukan waktu berjam-jam.
Reaktivitas kulit mencakup vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit,
basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan. Antigen-spesific limfosit T
akan berproliferasi dan melepaskan limfokin, yang akan mengundang akumulasi
sel-sel alin ke lokasi suntikan. Terjadilah indurasi yang mencerminkan
aktivitas DTH. Pada pasien yang sudah pernah terinfeksi, DTH muncul setelah 5-6
jam dan kebanyakan mencapai indurasi maksimal 48-72 jam.
PROSES PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
I.
TES BAYI BARU LAHIR
Bila saat mengandung si ibu menderita TBC bisa
saja bayi akan terkena TBC begitu dilahirkan. Ini disebut dengan TBC kongenital
dan bayi harus segera dites Mantoux pada usia sekitar 1 bulan. Usahakan jangan
di bawah 1 bulan karena dapat memberi reaksi negatif meski boleh jadi si bayi
tersebut menderita TBC. Itu karena sistem imun bayi usia ini masih belum baik.
Kendati kasusnya sangat jarang ditemui, setidaknya orangtua dapat segera
mengatasinya bila bayinya memang positif TBC.
II.
TES PADA ANAK
Tes Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan
protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah anak. Agar
hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang dimasukkan
harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di bawah
kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau
tidak, akan dilihat indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan
bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai
indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan,
sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak
sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah
rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru yang
tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tes mantoux dilakukan lebih
dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya
infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa
memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun
kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak
cukup hanya rontgen paru.
Untuk mendapatkan diagnosis tepat, tes Mantoux
dilakukan jika anak menujukkan gejala-gejala berikut:
a.
MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)
Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan
yang kurang dari rata-rata anak seusianya, orangtua patut waspada. Atau, ada
peningkatan berat badan tapi tak sesuai atau masih di bawah jumlah yang
semestinya (tidak sesuai dengan yang tertera pada KMS/Kartu Menuju Sehat).
b.
Mudah sakit
Anak sakit batuk pilek wajar saja. Bedanya, anak
yang terinfeksi TB akan lebih mudah tertulari penyakit. Jika orang di
lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah tertulari atau sebulan sekali
mesti sakit. Kondisi ini patut mendapat perhatian.
c.
Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas
Anak-anak dengan TB, umumnya terlihat berbeda
dari anak kebanyakan yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan
tidak bersemangat.
d.
Reaksi cepat BCG
Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda
menyerupai bisul. Jika reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah
pemberian, berarti tubuh anak sudah terinfeksi TB. Padahal normalnya, tanda itu
paling cepat muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun
rata-rata, benjolan pada kulit muncul setelah 46 minggu.
e.
Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang
paling dikenal di kalangan masyarakat sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya
berupa batuk kering kemudian lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2
minggu lebih, merupakan salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah
terdapat gangguan di paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.
f.
Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher
samping dan di atas tulang selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Karena ,
kelenjar getah bening merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan
kuman. Kelenjar ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan
salah satu gejala TB, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah
gejala penyakit TB. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau
radang di tenggorokan.
g.
Demam dan berkeringat di malam hari
Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore
dan malam hari, disertai keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa
waktu kemudian. Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita
TBC. Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB.
Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang aktif
bekerja. Tak heran, pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang
pesat.
h.
Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa. Sebagai orangtua, kita bisa membantu dokter untuk
menjelaskan apakah gejala-gejala di atas memang muncul pada anak atau tidak;
berapa lama berlangsungnya, dan seberapa sering gejala-gejala tersebut muncul.
Dari pengamatan kita sehari-hari, dokter akan sangat terbantu untuk
mendiagnosis penyakit anak serta memutuskan apakah perlu dijalani tes Mantoux
atau tidak.
CARA MELAKUKAN UJI TUBERKULIN METODE MANTOUX
(TES MANTOUX)
1. Siapkan 0,1 ml PPD
ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27 gauge)
2.
Bersihkan permukaan lengan volar lengan bawah menggunakan alcohol pada daerah
2-3 inch di bawah lipatan siku dan biarkan mengering
3.
Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum mengarah ke atas. Suntikan
yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti
kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm
4.
Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)
ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm
dari suntikan pertama.
5.
Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam medis
agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan dengan
pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.
Catatan
a.
Perhatikan cara penyimpanan PPD sesuai petunjuk pada kemasan
b.
PPD aman bagi bayi berapapun usianya bahkan aman pula bagi wanita hamil
c.
Tes Mantoux bukan merupakan kontra indikasi bagi:
Pasien yang pernah diimunisasi BCG
Pasien yang pernah dilakukan tes Mantoux sebelumnya dan hasilnya positif (dalam
hal ini pengulangan diperlukan karena hasil tes Mantoux sebelumnya tidak
tercatat dengan baik)
Pasien sedang dalam kondisi demam, sakit, maupun pasien dengan imunokompromais
d.
Adanya parut yang besar pada bekas tes Mantoux sebelumnya merupakan petunjuk
hasil positif pada tes terdahulu dan tidak perlu diulang. Namun perlu ditekankan
bahwa tes Mantoux menggunakan PPD dan bukan vaksin BCG.
Pembacaan
1.
Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam
Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux
harus diulang.
2.
Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi
3.
Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai
pengukuran tunggal
4.
Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta catat pula
tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca
5.
Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat dilakukan
kompres dingin atau pemberian steroid topikal
Catatan:
Reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkulin
yang munculnya cepat (immediate hypersensitivity reactions) dapat timbul segera
setelah suntikan dan biasanya menghilang dalam 24 jam. Hal ini tidak mempunyai
arti dan bukan menunjukkan hasil yang positif.
INTERPRETASI TEST MANTOUX
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila
diameter indurasi > 10 mm. Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak
dengan hasil tersebut:
a.
Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah
b.
Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi TB.
c.
Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun)
d.
Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG kecurigaan ke
arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
e.
Infeksi mikobakterium atipik
Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm
dapat dipertimbangkan positif pada pasien tertentu seperti :
a.
Pasien dengan infeksi HIV
b.
Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka panjang
seperti pasien keganasan atau sindrom nefrotik
False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi
tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan hasil tes Mantoux yang negatif. Kondisi
demikian disebut dengan anergi. Anergi kemungkinan terjadi
pada pasien:
Berbagai faktor indvidual seperti usia, nutrisi, gagal ginjal, imunosupresi
karena obat (seperti kortikosteroid) atau penyakit (seperti kanker,
infeksi HIV, dan sarcoidosis)
Infeksi virus (seperti Campak,Mumps, Rubella, mononucleosis, Varicella, dan
influenza) dapat menurunkan reaktivitas tuberkulin selama beberapa bulan
Setelah vaksinasi dengan vaksin virus hidup (seperti Campak, Mumps, Rubella)
akan teramati penurunan reaktivitas tuberkulin. Oleh sebab itu, jika uji
mantoux tidak dapat dilakukan bersamaan dengan imunisasi Campak, Mumps, dan
Rubella, uji ditunda selama 4-6 minggu
Pasien dengan sakit TB berat seperti TB milier, meningitis TB
Mengingat
masa yang diperlukan untuk terbentuknya cellular mediated immunity sejak
masuknya kuman TB adalah 2-12 minggu maka hasil negatif pada pasien dengan
kontak erat penderita TB dewasa masih mungkin pasien sedang dalam masa
inkubasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri
dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan
proses inflamasi
K. RENCANA KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
1
|
Bersihan
Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
-
Dispneu, Penurunan suara nafas
-
Orthopneu
-
Cyanosis
-
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
-
Kesulitan berbicara
-
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
-
Mata melebar
-
Produksi sputum
-
Gelisah
-
Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
-
Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
-
Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi
jalan nafas, asma.
-
Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya
mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
|
NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control
Kriteria
Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway
suction
Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway
Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
|
2
|
Gangguan
Pertukaran gas
Definisi
: Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan
karakteristik :
è
Gangguan penglihatan
è
Penurunan CO2
è
Takikardi
è
Hiperkapnia
è
Keletihan
è
somnolen
è
Iritabilitas
è
Hypoxia
è
kebingungan
è
Dyspnoe
è nasal
faring
è AGD
Normal
è
sianosis
è warna
kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è
Hipoksemia
è
hiperkarbia
è sakit
kepala ketika bangun
èfrekuensi
dan kedalaman nafas abnormal
Faktor
faktor yang berhubungan :
è
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è
perubahan membran kapiler-alveolar
|
NOC :
Respiratory Status : Gas
exchange
Respiratory Status :
ventilation
Vital Sign Status
Kriteria
Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
Tanda
tanda vital dalam rentang normal
|
NIC :
Airway
Management
Buka
jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang
mayo bila perlu
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan
suction pada mayo
Berika
bronkodilator bial perlu
Barikan
pelembab udara
Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor
respirasi dan status O2
Respiratory
Monitoring
Monitor
rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat
pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor
suara nafas, seperti dengkur
Monitor
pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Catat
lokasi trakea
Monitor
kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi
suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan
kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
auskultasi
suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
|
3
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi
: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan
karakteristik :
-
Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
-
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)
-
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
-
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
-
Luka, inflamasi pada rongga mulut
-
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
-
Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
-
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan
cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap
makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor
yang berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
|
NOC :
Nutritional
Status : food and Fluid Intake
Kriteria
Hasil :
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak
ada tanda tanda malnutrisi
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition
Management
Kaji
adanya alergi makanan
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan
substansi gula
Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan
makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring
BB
pasien dalam batas normal
Monitor
adanya penurunan berat badan
Monitor
tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor
interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor
lingkungan selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor
turgor kulit
Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor
mual dan muntah
Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor
makanan kesukaan
Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor
kalori dan intake nuntrisi
Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat
jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
4
|
Hipertermia
Definisi
: suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan
Karakteristik:
kenaikan
suhu tubuh diatas rentang normal
serangan
atau konvulsi (kejang)
kulit
kemerahan
pertambahan
RR
takikardi
saat
disentuh tangan terasa hangat
Faktor
faktor yang berhubungan :
-
penyakit/ trauma
-
peningkatan metabolisme
-
aktivitas yang berlebih
-
pengaruh medikasi/anastesi
-
ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
-
terpapar dilingkungan panas
-
dehidrasi
-
pakaian yang tidak tepat
|
NOC :
Thermoregulation
Kriteria
Hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
|
NIC :
Fever
treatment
Monitor
suhu sesering mungkin
Monitor
IWL
Monitor
warna dan suhu kulit
Monitor
tekanan darah, nadi dan RR
Monitor
penurunan tingkat kesadaran
Monitor
WBC, Hb, dan Hct
Monitor
intake dan output
Berikan
anti piretik
Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Selimuti
pasien
Lakukan
tapid sponge
Berikan
cairan intravena
Kompres
pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan
sirkulasi udara
Berikan
pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature
regulation
Monitor
suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu
Monitor
TD, nadi, dan RR
Monitor
warna dan suhu kulit
Monitor
tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
Selimuti
pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan
pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
Diskusikan
tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
Beritahukan
tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
Ajarkan
indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Berikan
anti piretik jika perlu
Vital
sign Monitoring
§ Monitor
TD, nadi, suhu, dan RR
§ Catat
adanya fluktuasi tekanan darah
§ Monitor
VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§ Auskultasi
TD pada kedua lengan dan bandingkan
§ Monitor
TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§ Monitor
kualitas dari nadi
§ Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor
suara paru
§ Monitor
pola pernapasan abnormal
§ Monitor
suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor
sianosis perifer
§ Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
§ Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
|
referensi kalau bisa di tambah...
BalasHapusthanks
Bagus punya Thanks saya sudah menggunakannya sebagai contoh makalah
BalasHapuskalau bisaha buatakan contoh kasus di tambakan saja evaluasinya
BalasHapus