Kamis, 17 September 2015

Askep TBC Nanda Nic-Noc




TINJAUAN TEORI

A.  EPIDEMIOLOGI 
            Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk.

B.    DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex

C.    PATOGENESIS
1.     TUBERKULOSIS PRIMER
 Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a.     Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
b.     Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c.      Menyebar dengan cara :
1)     Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
2)     ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
3)     Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan
4)     Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
5)     Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
6)     Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
 
2.     TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
a.     Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
b.    Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
c.     Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
1)     Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
2)     memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
3)     bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

 

D.    KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
1.     TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
a.     Berdasar hasil pemeriksaan dahak  (BTA) TB paru dibagi atas:
1)     Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
                              a)     Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak  menunjukkan hasil BTA positif
b)   Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c)     Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan biakan positif
2)     Tuberkulosis paru BTA (-) 
a)      Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
b)    Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

b.    Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
1)      Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

2)      Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
a)      Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
b)   TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis
 
3)      Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai

4)      Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

5)      Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

6)       Kasus Bekas TB:
a)     Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
b)    Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

2.     TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
 Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.


E.    DIAGNOSIS
1.      GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
a.   Gejala klinik 
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
Gejala respiratorik ( batuk 2  minggu,  batuk darah, sesak napas, nyeri dada) Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

Gejala sistemik (Demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun) Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

b.    Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”


c.     Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):  Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan),  Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3  hari berturut-turut.

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1)      3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
2)      1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif
3)     bila 3 kali negatif ® BTA negative

 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO)
1)     Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
2)      Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
3)     Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
4)     Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
5)      Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

d.    Pemeriksaan  Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam­-macam bentuk (multiform)Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1)      Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan segmen   superior lobus bawah
  - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
    nodular
  - Bayangan bercak milier
  - Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2)      Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
  - Fibrotik   - Kalsifikasi   - Schwarte atau penebalan pleura
3)      Luluh paru  (destroyed Lung ) : Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakitLesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis  serta tidak dijumpai kaviti
4)      Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal

 e.     Pemeriksaan khusus
1)      Pemeriksaan  BACTEC M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini
2)      Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis
3)      Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda: Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), ICT    Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis),  Mycodot   Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) , Uji serologi yang baru / IgG TB    Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan Penunjang lain Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan darah

F.    PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.  Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
1)      OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
a)      Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah
INH,    Rifampisin,  Pirazinamid ,   Streptomisin,  Etambutol·      
b)      Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)Kanamisin
Amikasin
,     Kuinolon
c)      Kemasan
Obat tunggal,
   Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
   Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Obat
Dosis (Mg/Kg
BB/Hari)
Dosis yg dianjurkan
DosisMaks (mg)
Dosis (mg) / berat badan (kg)
Harian (mg/ kgBB / hari)
Intermitten (mg/Kg/
BB/kali)
< 40
40-60
>60
R
8-12
10
10
600
300
450
600
H
4-6
5
10
300
150
300
450
Z
20-30
25
35

750
1000
1500
E
15-20
15
30

750
1000
1500
S
15-18
15
15
1000
Sesuai BB
750
1000

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
 
·  TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan   : 2 RHZE / 4 RH            
                                                 atau                           
                                               : 2 RHZE/ 6HE 
                                                 atau                                                                                                                         2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
 
a. TB paru BTA (+), kasus baru
  b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil  uji resistensi
 ·  TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan :  2 RHZE / 4 RH atau
                                  :  6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

 
 ·  TB paru kasus kambuh
     Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan  2 RHZES / 1 RHZE.
     Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji  resistensi
     dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

 ·  TB Paru kasus gagal pengobatan
     Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan  obat lini 2 (contoh paduan: 3-6
     bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,
     etionamid, sikloserin).
     Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan  2 RHZES / 1 RHZE.
     Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji  resistensi dapat
     diberikan obat RHE selama 5 bulan.
     Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
     Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

 · 
TB Paru kasus putus berobat
    Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
    kriteria sebagai berikut :
    a.   Berobat  > 4 bulan
          1)  BTA saat ini negatif
               Klinis dan  radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
               dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
               memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
               paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
              yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
         2)  BTA saat ini positif
              Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu  
              pengobatan yang lebih lama
   b.    Berobat < 4 bulan
          1)  Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
               dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
        2)  Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
             Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji  resistensi terhadap OAT.

·  TB Paru kasus kronik
    Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. 
    Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4
    macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
    makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur
    hidup
    Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan,
    Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru


EFEK SAMPING OAT
1.       Isoniazid (IN H)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat , bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

2 . Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :
-   Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
-   Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
-   Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
-   Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
-   Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
-   Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir
.

2.      Pirazinamid
 Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.


3.      Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi


5.  Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.










Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

 

Efek samping
Kemungkinan Penyebab
Tatalaksana
Minor                                                                            


OAT diteruskan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut
Rifampisin
Obat diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki
INH
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari
Warna kemerahan pada air seni
Rifampisin
Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa






Mayor                                                                                            


Hentikan obat
Gatal dan kemerahan pada kulit
Semua jenis OAT
Beri antihistamin dan dievaluasi ketat
Tuli
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)
Sebagian besar OAT
Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor
Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)
Sebagian besar OAT
Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan
Etambutol
Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura
Rifampisin
Hentikan rifampisin









d.
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1.
 Pasien rawat jalan
     a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
         vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan
         untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
     b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
     c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
         napas atau keluhan lain.
2.  Pasien rawat inap
     Indikasi rawat inap :
     TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
     Batuk darah masif
    
-  Keadaan umum buruk
     -  Pneumotoraks
     -  Empiema
     -  Efusi pleura masif / bilateral
     -  Sesak napas berat  (bukan karena efusi pleura)            
    TB di luar paru  yang mengancam jiwa :
     -  TB paru milier
     -  Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
e.
TERAPI  PEMBEDAHAN

lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.    Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b.   Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c.   Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif





2. lndikasi relatif
a.       Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b.       Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c.       Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif  (Selain Pembedahan)
·  Bronkoskopi
·  Punksi pleura
·  Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) 
f.
EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
 Evaluasi klinik
-   Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
·  Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
·  Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
          -    Sebelum pengobatan dimulai
          -    Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
          -    Pada akhir pengobatan
          ·  Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
-    Sebelum pengobatan
-    Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
-    Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati;  SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
 .  Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
 Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan)
 Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.  Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat.  Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek
 samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat
-   Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut.  Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
-   Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Kriteria Sembuh
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi  minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.  Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).


H.   PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS

1.  TB MILIER
·  Rawat inap
·  Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
·  Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
·  Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
-        Tanda / gejala meningitis
-        Sesak napas
-        Tanda / gejala toksik
-        Demam tinggi



2. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
    Paduan obat: 2RHZE/4RH.
 -  Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat diberikan kortikosteroid
 -  Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan  DM.
 -  Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan
4.      TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
 -  Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol
 -  Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
 -  Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
 -  Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
 -  Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan

5TB PARU DENGAN HIV / AIDS
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang  diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat  risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya:
a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB / TB kronik
Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.





Tabel 1. Gambaran TB-HIV


Infeksi dini
(CD4>200/mm3)
Infeksi lanjut
(CD4<200/mm3)
Sputum mikroskopis
Sering positif
Sering negatif
TB ekstra pulmonal
Jarang
Umum/ banyak
Mikobakterimia
Tidak ada
Ada
Tuberkulin
Positif
Negatif
Foto toraks
Reaktivasi TB, kaviti di puncak
Tipikal primer TB milier / interstisial
Adenopati hilus/ mediastinum
Tidak ada
Ada
Efusi pleura
Tidak ada
Ada


E.TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

-Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin, karena efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin

-Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi

-Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan  kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

-Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan

F. TB PARU PADA GAGAL GINJAL

-Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan kapreomisin

-Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi etambutol.  Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin

-Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, ureum, kreatinin)

-Rujuk ke ahli Paru

 

G. TB PARU DENGAN KELAINAN HATI

-Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan

-Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan

-Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau  2 SHE/10 HE

-Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.  Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

-
Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru

HHEPATITIS IMBAS OBAT

-Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced hepatitis)

-Penatalaksanaan

Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ®  OAT Stop


Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop


Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2 ® OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali ® teruskan pengobatan, dengan pengawasan

Paduan OAT yang dianjurkan :

-Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

-Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium.  Bila klinis dan laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg).  Selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).  Sehingga paduan obat menjadi RHES

-Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi


I. TUBERKULOSIS PADA ORGAN LAIN

Paduan OAT untuk pengobatan tuberkulosis di berbagai organ tubuh sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk  TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar lama pengobatan OAT dapat diberikan 9 – 12 bulan. Paduan OAT yang diberikan adalah : 2RHZE / 7-10 RH.
Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi operasi dan menurunkan kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis. Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu.




I.    KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
-         Batuk darah
-         Pneumotoraks
-         Luluh paru
-         Gagal napas
-         Gagal jantung
-         Efusi pleura




J.   DIRECTLY  OBSERVED TREATMENT  SHORT COURSE (DOTS)

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
   1.       Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
   2.       Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
   3.       Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
  
4.       Pengadaan OAT secara berkesinambungan
   5.       Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku /standar

 Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh WHO:
1.  Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu
2.  Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang relevan
3.  Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program kesehatan yang lain dan pelayanan umum
4.  Melibatkan seluruh praktisi kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private  Mix (PPM) untuk mematuhi International Standards of TB Care
5.  Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif
6.  Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru, alat diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan program

A. Tujuan :

  ·    Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
  ·    Mencegah putus berobat

  ·    Mengatasi efek samping obat jika timbul

  ·    Mencegah resistensi

B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
1.      Petugas kesehatan
2.      Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3.      Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas rumah sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
 
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,  pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT

 
D. Persyaratan PMO 
·         PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
·         PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien
 
E. Tugas PMO
·         Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
·         Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
·         Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan
·         Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai
·         Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat
·         Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
·         Melakukan kunjungan rumah
·         Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB
 
F. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara :

 ·        Peroranga/Individu
          Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
 ·        Kelompok
          Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit dll
Cara memberikan penyuluhan
 .          Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
 .          Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
 .          Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas
 .          Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

PENCATATAN DAN PELAPORAN
   Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku pula.
     Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item/formulir yaitu :
 1. Kartu pengobatan TB (01)
 2. Kartu identiti penderita TB (TB02)
 3.
Register laboratorium TB (TB04)
 4. Formulir pindah penderita TB (TB09)
 5. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)
Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional (P2TB)
Jika memungkinkan data yang ada dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam formulir Register TB (TB03).
Catatan :
 .
Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
 .  Bila seorang pasien ekstraparu pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstraparu pada organ yang penyakitnya paling berat
 .  Contoh formulir terlampir







PEMERIKSAAN  SPUTUM
Untuk memastikan apakah seseorang menderita penyakit Tuberkulosis Paru, harus dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3  kali (dikenal dengan pemeriksaan dahak SPS). Sewaktu (1), Pagi, dan Sewaktu (2). Pengambilan dahak Sewaktu 1 (S1) harus dipantau oleh petugas kesehatan di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) seperti puskesmas dan rumah sakit. Sedangkan dahak Pagi (P) diambil di rumah setelah penderita bangun pagi, sebelum makan pagi dan diawali dengan berkumur. Dahak Sewaktu 2 (S2) diambil kembali saat pasien datang kenibali ke UPK untuk mengantar dahak pagi.
Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah dahak yang dibatukkan dari dalam dada (paru-paru), yang berwarna kuning kehijauan.

Langkah-langkah mengeluarkan dahak:
1.      Kumur dengan air sebelum mengeluarkan dahak.
2.      Bila memakai gigi palsu, dilepaskan dulu.
3.      Bila sudah siap, pasien menarik nafas dalam – dalam hembuskan sekuat-kuatnya. Lakukan 2 – 3 kali. Selanjutnya tarik nafas dalam-dalam kemudian ditahan dan rasakan dahak akan keluar, batukkan dengan keras.
4.      Tampung dahak dalam pot yang disediakan, setelah cukup tutup dengan rapat.
5.      Bila dahak tidak bisa keluar sebelumnya dapat dilakukan olahraga ringan atau minum air hangat.

MANTOUX TES
DEFINISI
Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST) merupakan alat diagnostik yang sampai saat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya infeksi tuberkulosis. Pertama kali Robert Koch membuat filtrat dari kultur Mycobacterium tuberculosis dengan tujuan sebagai terapi. Pada penerapannya, tenyata pemberian tuberkulin yang bertujuan menyembuhkan menimbulkan reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot, mual dan muntah sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan reaksi tersebut. Akhirnya pada perkembangannya tuberkulin digunakan sebagai alat diagnostik dengan mengaplikasikannya secara lokal untuk mencegah reaksi sistemik.
Test mantoux adalah  suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.

TUJUAN
Tujuan dari tes mantoux ini adalah sebagai salah satu cara untuk mendiagnosis infeksi TBC. Kenapa salah satu? Karena ternyata tidak mudah untuk mendiagnosis TBC sehingga perlu banyak faktor untuk mengetahui pasti bahwa seseorang memang terinfeksi TBC dan harus menjalani pengobatan. Hasil tes Mantoux saja tidak bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis karena kadang hasil tes ini memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Hasil pemeriksaan tes mantoux ini harus didukung dengan keluhan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium yang ada.


 
LOKASI DAN CARA PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
Lokasi penyuntikan tes mantoux umumnya adalah pertengahan bagian atas, lengan bawah kiri bagian depan. Penyuntikan dilakukan intrakutan (ke dalam kulit).

PRINSIP DASAR
Setelah seseorang terinfeksi kuman mycobacteria, sel limfosit T akan berproliferasi dan menjadi tersensitisasi. Sel T yang tersensitisasi masuk ke dalam aliran darah dan bersirkulasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Proses sensitisasi ini terjadi pada kelenjar getah bening regional dan memerlukan waktu 2-12 minggu setelah infeksi. Sekali terinfeksi, maka sensitisasi terhadap tuberkulin akan menetap. Injeksi tuberkulin pada kulit akan menstimulasi sel-sel limfosit dan terjadi aktivasi rentetan kejadian yang termasuk dalam respon hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/DTH). Respons ini dikatakan lambat oleh karena reaksi memerlukan waktu berjam-jam. Reaktivitas kulit mencakup vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit, basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan. Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan limfokin, yang akan mengundang akumulasi sel-sel alin ke lokasi suntikan. Terjadilah indurasi yang mencerminkan aktivitas DTH. Pada pasien yang sudah pernah terinfeksi, DTH muncul setelah 5-6 jam dan kebanyakan mencapai indurasi maksimal 48-72 jam.


PROSES PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
I.       TES BAYI BARU LAHIR
Bila saat mengandung si ibu menderita TBC bisa saja bayi akan terkena TBC begitu dilahirkan. Ini disebut dengan TBC kongenital dan bayi harus segera dites Mantoux pada usia sekitar 1 bulan. Usahakan jangan di bawah 1 bulan karena dapat memberi reaksi negatif meski boleh jadi si bayi tersebut menderita TBC. Itu karena sistem imun bayi usia ini masih belum baik. Kendati kasusnya sangat jarang ditemui, setidaknya orangtua dapat segera mengatasinya bila bayinya memang positif TBC.

II.    TES PADA ANAK
Tes Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah anak. Agar hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang dimasukkan harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di bawah kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tes mantoux dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak cukup hanya rontgen paru.
Untuk mendapatkan diagnosis tepat, tes Mantoux dilakukan jika anak menujukkan gejala-gejala berikut:
a.        MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)
Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan yang kurang dari rata-rata anak seusianya, orangtua patut waspada. Atau, ada peningkatan berat badan tapi tak sesuai atau masih di bawah jumlah yang semestinya (tidak sesuai dengan yang tertera pada KMS/Kartu Menuju Sehat).
b.       Mudah sakit
Anak sakit batuk pilek wajar saja. Bedanya, anak yang terinfeksi TB akan lebih mudah tertulari penyakit. Jika orang di lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah tertulari atau sebulan sekali mesti sakit. Kondisi ini patut mendapat perhatian.
c.        Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas
Anak-anak dengan TB, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.
d.       Reaksi cepat BCG
Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti tubuh anak sudah terinfeksi TB. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata, benjolan pada kulit muncul setelah 4­6 minggu.
e.        Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di kalangan masyarakat sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.
f.        Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Karena , kelenjar getah bening merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan salah satu gejala TB, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah gejala penyakit TB. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau radang di tenggorokan.

 
g.       Demam dan berkeringat di malam hari
Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian. Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita TBC. Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB. Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang aktif bekerja. Tak heran, pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang pesat.
h.       Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa. Sebagai orangtua, kita bisa membantu dokter untuk menjelaskan apakah gejala-gejala di atas memang muncul pada anak atau tidak; berapa lama berlangsungnya, dan seberapa sering gejala-gejala tersebut muncul. Dari pengamatan kita sehari-hari, dokter akan sangat terbantu untuk mendiagnosis penyakit anak serta memutuskan apakah perlu dijalani tes Mantoux atau tidak.

CARA MELAKUKAN UJI TUBERKULIN METODE MANTOUX (TES MANTOUX)
1.      Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27 gauge)
2.      Bersihkan permukaan lengan volar lengan bawah menggunakan alcohol pada daerah 2-3 inch di bawah lipatan siku dan biarkan mengering
3.      Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm
4.      Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar) ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm dari suntikan pertama.
5.      Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.

Catatan
a.        Perhatikan cara penyimpanan PPD sesuai petunjuk pada kemasan
b.       PPD aman bagi  bayi berapapun usianya bahkan aman pula bagi wanita hamil
c.        Tes Mantoux bukan merupakan kontra indikasi bagi:
           Pasien yang pernah diimunisasi BCG
           Pasien yang pernah dilakukan tes Mantoux sebelumnya dan hasilnya positif (dalam hal ini pengulangan diperlukan karena hasil tes Mantoux sebelumnya tidak tercatat dengan baik)
           Pasien sedang dalam kondisi demam, sakit, maupun pasien dengan imunokompromais
d.       Adanya parut yang besar pada bekas tes Mantoux sebelumnya merupakan petunjuk hasil positif pada tes terdahulu dan tidak perlu diulang. Namun perlu ditekankan bahwa tes Mantoux menggunakan PPD dan bukan vaksin BCG.

Pembacaan
1.      Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam
         Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
         Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
         Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang.
2.      Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi
3.      Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai pengukuran tunggal
4.      Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca
5.      Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat dilakukan kompres dingin atau pemberian steroid topikal



Catatan:
Reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkulin yang munculnya cepat (immediate hypersensitivity reactions) dapat timbul segera setelah suntikan dan biasanya menghilang dalam 24 jam. Hal ini tidak mempunyai arti dan bukan menunjukkan hasil yang positif.

INTERPRETASI TEST MANTOUX
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm. Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:
a.      Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah
b.      Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi TB.
c.      Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun)
d.     Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG kecurigaan ke arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
e.      Infeksi mikobakterium atipik

Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm dapat dipertimbangkan positif pada pasien tertentu seperti :
a.      Pasien dengan infeksi HIV
b.      Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka panjang seperti pasien keganasan atau sindrom nefrotik

False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan hasil tes Mantoux yang negatif. Kondisi demikian disebut dengan anergi. Anergi kemungkinan terjadi pada pasien:
       Berbagai faktor indvidual seperti usia, nutrisi, gagal ginjal, imunosupresi karena obat (seperti kortikosteroid)  atau penyakit (seperti kanker, infeksi HIV, dan sarcoidosis)
       Infeksi virus (seperti Campak,Mumps, Rubella, mononucleosis, Varicella, dan influenza) dapat menurunkan reaktivitas tuberkulin selama beberapa bulan
       Setelah vaksinasi dengan vaksin virus hidup (seperti Campak, Mumps, Rubella) akan teramati penurunan reaktivitas tuberkulin. Oleh sebab itu, jika uji mantoux tidak dapat dilakukan bersamaan dengan imunisasi Campak, Mumps, dan Rubella, uji ditunda selama 4-6 minggu
       Pasien dengan sakit TB berat seperti TB milier, meningitis TB
Mengingat masa yang diperlukan untuk terbentuknya cellular mediated immunity sejak masuknya kuman TB adalah 2-12 minggu maka hasil negatif pada pasien dengan kontak erat penderita TB dewasa masih mungkin pasien sedang dalam masa inkubasi.



DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah
b.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d.      Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e.       Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi



K.    RENCANA KEPERAWATAN

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)
INTERVENSI
(NIC)
1
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
-         Dispneu, Penurunan suara nafas
-         Orthopneu
-         Cyanosis
-         Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
-         Kesulitan berbicara
-         Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
-         Mata melebar
-         Produksi sputum
-         Gelisah
-         Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:
-         Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
-         Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
-         Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC :
  Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
  Aspiration Control

Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway suction
  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
   Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
  Monitor status oksigen pasien
  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2
2
Gangguan Pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

Batasan karakteristik :
è Gangguan penglihatan
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal faring
è AGD Normal
è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit kepala ketika bangun
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar
NOC :
  Respiratory Status : Gas exchange
  Respiratory Status : ventilation
  Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
   Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
   Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berika bronkodilator bial perlu
         Barikan pelembab udara
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
         Monitor suara nafas, seperti dengkur
         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
         Catat lokasi trakea
         Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
         auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
-    Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
-    Miskonsepsi
-    Kehilangan BB dengan makanan cukup
-    Keengganan untuk makan
-    Kram pada abdomen
-    Tonus otot jelek
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
-    Kurang berminat terhadap makanan
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
-    Diare dan atau steatorrhea
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
-    Suara usus hiperaktif
-    Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC :
  Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
  Tidak ada tanda tanda malnutrisi
  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
  Kaji adanya alergi makanan
  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
  Berikan substansi gula
  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
  BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat badan
  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
  Monitor lingkungan selama makan
  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
  Monitor turgor kulit
  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
  Monitor mual dan muntah
  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
  Monitor makanan kesukaan
  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
  Monitor kalori dan intake nuntrisi
  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4
Hipertermia

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:
         kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
         serangan atau konvulsi (kejang)
         kulit kemerahan
         pertambahan RR
         takikardi
         saat disentuh tangan terasa hangat

Faktor faktor yang berhubungan :
-          penyakit/ trauma
-          peningkatan metabolisme
-          aktivitas yang berlebih
-          pengaruh medikasi/anastesi
-          ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
-          terpapar dilingkungan panas
-          dehidrasi
-          pakaian yang tidak tepat
NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
  Suhu tubuh dalam rentang normal
  Nadi dan RR dalam rentang normal
  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever treatment
  Monitor suhu sesering mungkin
  Monitor IWL
  Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
  Monitor penurunan tingkat kesadaran
  Monitor WBC, Hb, dan Hct
  Monitor intake dan output
  Berikan anti piretik
  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
  Selimuti pasien
  Lakukan tapid sponge
  Berikan cairan intravena
  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
  Tingkatkan sirkulasi udara
  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil


Temperature regulation
  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan RR
  Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring
§  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§  Monitor kualitas dari nadi
§  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§  Monitor suara paru
§  Monitor pola pernapasan abnormal
§  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§  Monitor sianosis perifer
§  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3 komentar:

  1. referensi kalau bisa di tambah...
    thanks

    BalasHapus
  2. Bagus punya Thanks saya sudah menggunakannya sebagai contoh makalah

    BalasHapus
  3. kalau bisaha buatakan contoh kasus di tambakan saja evaluasinya

    BalasHapus